Memutuskan Menguruskan Segala Tentangmu

img_20180512_1205522112911361.jpg

Hari ini aku putuskan menguruskan seluruh kenangan yang menggemuk di ingatan. Aku putuskan menyusutkan satu per satu ingatan indah yang terekam jelas di benak ini. Perasaan lelah yang sudah singgah kali ini bertahan sangat lama. Bertahan dalam durasi yang sudah tak ingin lagi berusaha. Kemarin aku putuskan untuk berhenti. Berhenti menantimu, berhenti berpikir bahwa kau orang baik-baik, lalu satu per satu memunculkan kesalahanmu untuk menjadikannya dialog dengan kawanku. Semalam secara jujur kutumpahkan seluruh kekesalan akan sikapmu yang selama ini aku acuhkan. Pada awalnya, aku dibuat terkejut dengan pengakuan-pengakuan di luar akal sehat mengingat caramu memperlakukanku sangat berbeda dengan sikap yang bisa kau kisahkan padaku. Satu per satu kekagumanku terkikis, pada awalnya. Namun terkejut juga aku, sebab kau berkata dengan terus terang bahwa bagaimana dirimu. Poin lebihmu bahwa kau sungguh percaya padaku, namun lucunya kau tumbuhkan sejumlah ketakutan yang berakar keraguan dalam diriku. Bukan hanya kau tumbuhkan, semuanya sudah tertanam dalam diriku, untuk takut dan meragu cukup dalam terhadapmu. Kawanku berkata, berhentilah karna itu sudah kelewatan. Dalam keadaan seperti itu, aku tak ingin membenarkan diri atau menyalahkanmu. Aku hanya mengatakan, bahwa hubungan ini dibangun karna rasa saling percaya pula ini hanyalah hubungan yang tidak pasti akan beruntung atau berpisah. Aku hanya mengikutsertakan segala kemungkinan yang terjadi. Kawanku berkata, semuanya kembali padaku. Aku punya ketakutan terbesar terkait besarnya kesabaranmu yang perlahan-lahan merusak kerasnya keinginanku untuk menguruskan semua tentangmu yang tadinya gendut itu. Masih aku pelajari lebih dalam untuk menguruskan semuanya, bila perlu untuk membuatnya sakit lalu mati.

Kau pasti bingung kan, mengapa aku tiba-tiba seperti ini? padahal dua malam yang lalu, kita sedang saling memuji lalu menuturkan bagaimana kita bisa saling menyakiti. Kau bilang caraku sangat mudah, yaitu berhenti berkabar padamu. Sedang aku bilang, aku benci keterlambatanmu. Setelah aku pikir, ternyata cara kita untuk saling menyakiti memang sama-sama ringan dan sangat mudah. Kita tersakiti, hanya karna hal-hal sepele. Kau selalu bilang, aku butuh istirahat karna kurang tidur. Benar, mungkin itu juga menjadi penyebab lain hingga emosiku tak stabil lalu lelah secara fisik juga secara pikiran. Kau hanya mengatakan bahwa aku butuh istirahat yang cukup dan kau di sana akan tetap berprasangka baik untuk setiap kata yang aku ucapkan, karna aku sedang menanggung beban pikiran yang sangat besar. Sikapmu yang begini yang seketika membungkam inginku untuk menguruskan ingatan tentangmu. Jangankan menjadikannya kurus, aku malah menjadikannya semakin gemuk karna terus-terusan mengkonsumsi kesabaran milikmu.

Setiap lakumu yang selalu memenangkan keraguanku terus kau tunjukan. Kesabaran, pelannya caramu menjelaskan juga setiap raut wajahmu yang melahirkan milyaran tawa di setiap pertemuan. Aku menyertakan seluruh alasanku untuk menguruskan ingatan tentangmu, namun aku pikir masih sama saja. Setiap pengakuanmu yang membuatku akan mangkir beberapa waktu, selalu membuatmu khawatir. Kau akan tak jemu-jemu bertanya, bahkan setelah aku memutuskan untuk memblokir semua kontakmu. Aku lupa bahwa di dunia nyata aku sudah menolakmu, namun di situs fb dan IG masih ada namamu yang menjadi kawanku di sana. Kau masih terus memantauku di setiap kiriman bahkan linimasa milikku. Kau tahu bahwa aku tak mungkin memblokirmu, karna kita punya perjanjian bahwa jika kita saling memblokir berarti sama-sama tak bisa melupakan. Di sana, di setiap kiriman ada namamu yang hanya menyukai, sebab kau tahu bahwa aku benci jika kau mengomentari. Kau lebih banyak mengomentari di pesan pribadi, hingga di sana kau mengungkapkan bahwa aku tak bisa melupakanmu. Aku sebenarnya ingat akan hal itu, namun aku mengabaikannya. Namun kau terus mengejekku dengan intensitas yang berlebih. Baiklah, aku batal memblokirmu. Masih terus pesanmu dihiasi dengan ucapan-ucapan sepele untuk menguatkan hari dan hati, sebab kau tahu bahwa aku akan tersakiti lebih dalam hanya dengan ucapan maupun kata. Di sana, kita berdiskusi untuk membatasi hal-hal pribadi yang seharusnya tak kita bincangkan. Aku berusaha keras untuk mewujudkannya dan telah berhasil karna dicekoki dengan akal sehat. Sedang kau, terlalu banyak mengumbar banyaknya sikap burukmu yang terbungkus dalam manisnya caramu memperlakukan. Sejujurnya, aku tahu bahwa sangat wajar yang kau lakukan. Karnanya, aku selalu mengingatkan diri sendiri untuk tak mengharapkan lebih pada dirimu.

Selebihnya sekarang, aku sudah lebih banyak menggunakan akal sehat untuk membersihkan pikiranku terhadap sampah yang menumpuk lalu menggunung di pikiranku tentang bagaimana dirimu. Dahulu aku mengagumi caramu memperlakukan, lalu mengherani caramu mengatakan kebenaran dan dengan sekejap bisa melupakan ketakutan terhadapmu ketika dengan kedewasaanmu menjelaskan setiap gumpalan yang katamu tak ingin menjadikannya keras. Aku begitu kagum dengan sikapmu yang begitu, namun sepertinya sudah menjadi tawar setelah berulang kali tertangkap dan tersimpan dalam ingatanku. Sekarang lebih banyak aku menjelaskan pada diri sendiri untuk menghormati setiap batasan-batasan yang tadinya telah aku buat untuk tak dilanggar. Sekarang pun aku lebih banyak mencekoki mata dan ingatan tentang semua hal buruk tentangmu, yang kadang memicu pertengkaran yang selalu diakhiri dengan permintaan maaf darimu. Sekarang pun aku lebih banyak memunculkan memori jelek soalmu supaya jika perpisahan terjadi, penyesalanku tak begitu larut dan menggelapkan pandanganku.

Aku hanya menuruti permintaan diri sendiri, bukankah aku harus mengasihi semua yang lahir dari kepalaku? Soal mulutku yang seringkali menghujanimu dengan cacian adalah caraku melupakan keburukanmu. Tapi setelah kejadian dua malam yang lalu, aku tak mau lagi menodai lidahku untuk mengeluarkan cacian. Aku lebih memilih mangkir dari percakapan kita. Kau pun sudah pasti tahu bahwa jika aku tak membalas, berarti ada yang salah dalam obrolan kita. Bahkan ketika aku tak sudi lagi mencacimu, kau bilang ada yang berbeda dariku. Tapi sudahlah, aku hanya sedang berjuang menguruskan segala memori tentangmu. Semoga ini berhasil, supaya kita tak lagi saling melukai.

Tinggalkan komentar